HUKUM SHALAT MEMAKAI MASKER
Saya pernah dengar himbauan untuk melepas masker saat shalat, karena bisa tidak sah shalatnya, apakah benar demikian?
Jawaban Kiai
Pada masa pandemi ini, mobilitas masyarakat dibatasi dan juga laku kehidupan sosial banyak yang berubah. Penerapan protokol kesehatan bertujuan untuk mengurangi laju penyebaran virus covid-19. Salah satunya adalah penggunaan masker untuk menghindari penularan virus lewat droplet (cipratan atau percikan liur dari hidung atau mulut).
Masker digunakan utamanya untuk menutupi hidung dan mulut. Lantas, apakah shalat dengan menutupi kedua anggota tubuh ini dianggap sah? Untuk menjawab itu, kita harus membahasnya satu per satu.
Menutupi mulut saat shalat
Hukum asal menutupi mulut ketika shalat adalah makruh. Hal ini berdasarkan hadis dari Abu Hurairah ra.:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah ﷺ melarang seseorang menutupi mulutnya dalam shalat (HR. Ibnu Majah no. 966; Imam Al-Hakim menilai hadis ini shahih).
Syekh Ali Al-Qari, seorang ahli hadis bermazhab Hanafi, mengatakan bahwa orang Arab biasa menutupi mulut mereka dengan ujung sorban agar tidak terkena udara yang panas atau dingin. Menutupi mulut saat shalat dimakruhkan agar tidak menghalangi kelancaran bacaan shalat.
Ulama mazhab Syafii, Imam Nawawi, menjelaskan bahwa menutup mulut dengan tangan atau selainnya saat shalat adalah makruh, kecuali apabila menguap, maka sunnah untuk menutupi mulutnya dengan tangan.
Imam Al-Mahalli dan Imam Ar-Ramli dari mazhab Syafii juga berpendapat bahwa tidak masalah menutupi mulut apabila dibutuhkan, seperti karena bau mulut yang mengganggu saat shalat berjamaah.
Menutupi hidung saat shalat
Salah satu rukun shalat adalah sujud. Maka sujud yang tidak sempurna bisa berdampak pada keabsahan shalat. Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas ra. menjelaskan syarat sah sujud sebagai berikut:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ الْجَبْهَةِ - وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ - وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلاَ نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَلاَ الشَّعْرَ
Aku disuruh Rasulullah ﷺ untuk bersujud di atas tujuh tulang, yaitu dahi—dan ia menunjuk ke hidungnya, kedua tangan, kedua kaki (lutut), dan ujung kedua telapak kaki. Dan kami dilarang melipat pakaian dan rambut (HR. Muslim no. 490).
Berdasarkan hadis tersebut, mazhab Hanafi menghukumi wajib untuk menempelkan hidung saat sujud. Pasalnya, Ibnu Abbas ra. menunjuk ke hidungnya saat menjelaskan tentang tujuh anggota badan yang harus ditempelkan saat sujud.
Sementara itu, mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafii dan sebagian ulama Hanafi hanya menghukumi sunnah untuk meletakkan hidung pada tempat sujud. Pasalnya, Rasulullah ﷺ tidak menyebutkan kata hidung saat memerintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan.
Kesimpulan
Hukum menggunakan masker saat shalat berkaitan dengan hukum menutupi mulut dan hidung saat shalat. Untuk masalah menutupi mulut saat shalat, mayoritas ulama mazhab Hanafi dan Syafii hanya menghukuminya makruh, dan apabila terdapat udzur maka diperbolehkan.
Adapun untuk masalah menutupi hidung saat shalat, mayoritas ulama dari mazhab Syafii, Maliki dan sebagian ulama Hanafi tidak mewajibkan untuk menempelkan hidung saat sujud. Sehingga, menutupi hidung dengan masker saat sujud tidak menjadi masalah.
Dewan Fatwa Mesir juga telah menetapkan kebolehan memakai masker ketika shalat, karena penggunaan masker dalam rangka pencegahan penyebaran virus adalah udzur, sehingga tidak makruh.
Bahkan termasuk rukhshah (keringanan dalam menjalankan syariat) yang utama. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
وَفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ
Dan larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa (HR. Bukhari no. 5707).
Kebolehan memakai masker ketika shalat ini tentu dengan syarat masker tersebut suci dan tidak menutupi dahi. Karena apabila menutupi dahi, maka sujudnya menjadi tidak sah, sebab di antara syarat sah sujud adalah menempelkan dahi yang terbuka ke tempat sujud.
Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.
Referensi: Muhammad bin Ismail Al-Bukhari; Al-Jami’ Ash-Shahih, Muslim bin Hajjaj; Shahih Muslim, Ibnu Majah; Sunan Ibnu Majah, Abu Zakariyya bin Syaraf An-Nawawi; Al-Majmu’, Ibnu Hajar Al-Asqalani; Fath Al-Bari, Jalaluddin Al-Mahalli; Kanz Ar-Raghibin, Asy-Syaukani; Nail Al-Awthar, Ali Al-Qari; Marqah Al-Mafatih, Syamsuddin Ar-Ra’ini; Mawahib Al-Jalil (Kesan)
0 komentar:
Posting Komentar
SIlakan berikan pertanyaan ataupun saran di kolom berikut. Terima kasih ^^